HARIMAU
SUMATERA
Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan satu dari
enam sub-spesies harimau yang masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk
dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah (critically endangered)
Berdasarkan
data tahun 2004, jumlah populasi harimau Sumatera di alam bebas hanya sekitar
400 ekor saja. Sebagai predator utama dalam rantai makanan, harimau
mempertahankan populasi mangsa liar yang ada di bawah pengendaliannya, sehingga
keseimbangan antara mangsa dan vegetasi yang mereka makan dapat terjaga.
Harimau
Sumatera menghadapi dua jenis ancaman untuk bertahan hidup: mereka kehilangan
habitat karena tingginya laju deforestasi dan terancam oleh perdagangan illegal
dimana bagian-bagian tubuhnya diperjualbelikan dengan harga tinggi di pasar
gelap untuk obat-obatan tradisional, perhiasan, jimat dan dekorasi. Harimau
Sumatera hanya dapat ditemukan di pulau Sumatera, Indonesia.
Ciri-ciri Fisik
·
Harimau
Sumatera memiliki tubuh yang relatif paling kecil dibandingkan semua
sub-spesies harimau yang hidup saat ini.
·
Jantan
dewasa bisa memiliki tinggi hingga 60 cm dan panjang dari kepala hingga kaki
mencapai 250 cm dan berat hingga 140 kg. Harimau betina memiliki panjang
rata-rata 198 cm dan berat hingga 91 kg.
·
Warna
kulit harimau Sumatera merupakan yang paling gelap dari seluruh harimau, mulai
dari kuning kemerah-merahan hingga oranye tua.
Habitat
Harimau sumatera
hanya ditemukan di pulau Sumatera. Kucing besar ini mampu hidup di manapun,
dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak tempat
yang tak terlindungi. Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman
nasional, dan sisanya tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk
pertanian, juga terdapat lebih kurang 250 ekor lagi yang dipelihara di kebun
binatang di seluruh dunia. Harimau sumatera mengalami ancaman kehilangan
habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan dataran rendah, lahan
gambut dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian
dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan
pembangunan jalan. Karena habitat yang semakin sempit dan berkurang, maka
harimau terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, dan
seringkali mereka dibunuh dan ditangkap karena tersesat memasuki daerah
pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa sengaja dengan manusia.
Ancaman
Harimau Sumatera berada di ujung kepunahan karena hilangnya habitat secara tak terkendali, berkurangnya jumlah spesies mangsa, dan perburuan. Laporan tahun 2008 yang dikeluarkan oleh TRAFFIC – program kerja sama WWF dan lembaga Konservasi Dunia, IUCN, untuk monitoring perdagangan satwa liar – menemukan adanya pasar ilegal yang berkembang subur dan menjadi pasar domestik terbuka di Sumatera yang memperdagangkan bagian-bagian tubuh harimau. Dalam studi tersebut TRAFFIC mengungkapkan bahwa paling sedikit 50 harimau Sumatera telah diburu setiap tahunnya dalam kurun waktu 1998- 2002. Penindakan tegas untuk menghentikan perburuan dan perdagangan harimau harus segera dilakukan di Sumatera.
Populasi
Harimau Sumatera yang hanya sekitar 400 ekor saat ini tersisa di dalam
blok-blok hutan dataran rendah, lahan gambut, dan hutan hujan pegunungan.
Sebagian besar kawasan ini terancam pembukaan hutan untuk lahan pertanian dan
perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan pembangunan
jalan. Bersamaan dengan hilangnya hutan habitat mereka, harimau terpaksa
memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia dan seringkali dibunuh atau
ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan tanpa
sengaja dengan manusia.
Propinsi
Riau adalah rumah bagi sepertiga dari seluruh populasi harimau Sumatera.
Sayangnya, sekalipun sudah dilindungi secara hukum, populasi harimau terus mengalami
penurunan hingga 70% dalam seperempat abad terakhir. Pada tahun 2007,
diperkirakan hanya tersisa 192 ekor harimau Sumatera di alam liar Propinsi
Riau.
Upaya yang Dilakukan WWF
WWF Indonesia bekerja sama dengan
Pemerintah Indonesia, industri yang mengancam habitat harimau, organisasi
konservasi lainnya serta masyarakat lokal untuk menyelamatkan Harimau Sumatera
dari kepunahan. Pada tahun 2004, Pemerintah Indonesia mendeklarasikan kawasan
penting, Tesso Nilo, sebagai Taman Nasional untuk memastikan masa depan yang
aman bagi keberadaan Harimau Sumatera. Tahun 2010, pada KTT Harimau di St.
Petersburg, Indonesia dan 12 negara lainnya yang melindungi harimau berkomitmen
dalam sebuah tujuan konservasi spesies ambisius dan visioner yang pernah
dibuat: TX2 – untuk menambah kelipatan jumlah harimau sampai pada akhir tahun
2022, tahun Harimau selanjutnya.
Program Nasional Pemulihan Harimau
Indonesia sekarang merupakan bagian dari tujuan global dan meliputi enam
lansekap prioritas Harimau Sumatera ini: Ulumasen, Kampar-Kerumutan, Bukit
Tigapuluh, Kerinci Seblat, Bukit Balai Rejang Selatan, dan Bukit Barisan
Selatan.
WWF saat ini tengah melakukan
terobosan penelitian tentang Harimau Sumatera di Sumatera Tengah, menggunakan
perangkap kamera untuk memperkirakan jumlah populasi, habitat dan distribusi
untuk mengidentifikasi koridor satwa liar yang membutuhkan perlindungan. WWF
juga menurunkan tim patroli anti-perburuan dan unit yang bekerja untuk
mengurangi konflik manusia-harimau di masyarakat lokal.
Rafflesia Arnoldii
Rafflesia arnoldii atau padma raksasa merupakan
tumbuhan parasit obligat yang tumbuh pada batang liana (tumbuhan merambat) dari
genus Tetrastigma. Spesies Raflesia yang lainnya juga
memiliki inang yang sama. Rafflesia arnoldii pertama
kali ditemukan pada tahun 1818 di hutan tropis Sumatera oleh seorang pemandu
yang bekerja pada Dr. Joseph Arnold yang sedang mengikuti ekspedisi Thomas
Stanford Raffles, sehingga tumbuhan ini diberi nama sesuai sejarah penemunya
yakni penggabungan antara Raffles dan Arnold.
Rafflesia arnoldii tidak memiliki daun sehingga
tidak mampu melakukan fotosintesis sendiri dan mengambil nutrisi dari pohon
inangnya. Bentuk yang terlihat dari bunga Raflesia ini hanya bunganya saja yang
berkembang dalam kurun waktu tertentu. Keberadaannya seakan tersembunyi selama
berbulan-bulan di dalam tubuh inangnya hingga akhirnya tumbuh bunga yang hanya
mekar seminggu. Bunga Raflesia adalah identitas provinsi Bengkulu dan sebagai
salah satu puspa langka dari tiga bunga nasional Indonesia mendampingi puspa
bangsa (melati putih atau Jasminum sambac) dan
puspa pesona (anggrek bulan atau Phalaenopsis amabilis)
berdasarkan Kepres No 4 Tahun 1993 tentang Satwa dan Bunga Nasional.
Deskripsi Morfologis (Ciri-ciri)
Rafflesia arnoldii yang memiliki bunga yang
melebar dengan lima mahkota bunga. Bunga menjadi satu – satunya bagian
tumbuhan yang terlihat dari Rafflesia arnoldii,
karena tidak adanya akar, daun dan batang. Satu bunga terdiri dari lima kelopak
kasar yang berwarna oranye dan berbintik-bintik dengan krim berwarna putih.
Pada saat bunga mekar, diameternya dapat mencapai 70 hingga 110 cm dengan
tinggi mencapai 50 cm dan berat hingga 11 kg.
Rafflesia arnoldii memiliki organ reproduksi,
yaitu benang sari dan putik, dalam satu rumah yang terdapat di bagian tengah
dasar bunga yang berbentuk melengkung seperti gentong. Proses penyerbukan pada
bunga raflesia dibantu oleh serangga yang tertarik pada bau bunga yang
menyengat. Kuncup-kuncup bunga terbentuk di sepanjang sela-sela batang dengan
masa pertumbuhan bunga dapat memakan waktu sampai 9 bulan dan masa mekar
sekitar 5-7 hari, kemudian bunga raflesia akan layu dan mati.
Ekologi dan habitat
Persebaran dan habitat raflesia
tersebar di hutan pegunungan bawah Jawa Barat, hutan dataran rendah di
sepanjang pantai selatan Jawa Barat dan Jawa Tengah hutan dataran rendah Taman
Nasional Meru Betiri, serta hutan tropis di Pulau Sumatera. Beberapa lokasi
yang sering ditemui tumbuh bunga Rafflesia arnoldii antara
lain di Taman Nasional Kerinci Seblat, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan,
Pusat Pelatihan Gajah Seblat di kabupaten Bengkulu Utara, dan Padang Guci
Kabupaten Kaur, Bengkulu. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sendiri telah
ditetapkan sebagai pusat konservasi tumbuhan ini. Hingga saat ini bunga
raflesia belum berhasil dikembangbiakkan di luar habitat aslinya.
Dari sekitar 30-jenis raflesia di
seluruh dunia, hanya satu spesies yang dianggap terancam punah yakni Rafflesia magnifica yang tumbuh di Filipina. Salah
satu jenis Raflesia yang sudah bisa tumbuh di luar habitatnya adalah Rafflesia patma.
Ancaman
Tingginya laju deforestasi,
kebakaran hutan, serta makin menurunnya luas hutan alam Sumatera menjadi
ancaman serius bagi kelestarian Rafflesia arnoldii.
Selain itu, ancaman juga datang dari masyarakat yang merusak dan mengambil
putik bunga raflesia untuk dimanfaatkan sebagai obat tradisional.
Upaya WWF dalam Konservasi Habitat
Meskipun tidak secara langsung melakukan konservasi
terhadap Rafflessia arnoldii, upaya konservasi habitat yang
dilakukan WWF Indonesia di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS ) di
Lampung dan Bengkulu, diharapkan dapat mendukung kelestarian fauna langka ini.
Bekerjasama dengan berbagai mitra terkait, WWF juga terus membangun
kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk menjaga dan melestarikan
tumbuhan khas Indonesia ini.
Comments
Post a Comment